WASHINGTON, KOMPAS.com — Perekonomian global saat ini tengah menghadapi ancaman
serius, yakni penutupan Pemerintah AS dan deadlock pagu utang AS.
Untuk tetap dapat beroperasi,
Pemerintah AS membutuhkan Kongres agar menyetujui anggaran belanja untuk tahun
keuangan fiskal yang dimulai per 1 Oktober. Namun, Republik menahan hal
tersebut, yang pada akhirnya berdampak pada penutupan sebagian kantor
pemerintahan. Sekarang, Republik juga mengancam untuk menolak menaikkan pagu
plafon utang AS yang saat ini mencapai 16,7 triliun dollar AS.
Banyak pihak yang berpikir masalah
ini akan dapat diselesaikan dalam jangka pendek. Namun, nyatanya, baik Presiden
Barack Obama maupun Partai Republik sama-sama bersikeras tidak akan melakukan
negosiasi jika persyaratan yang mereka ajukan tidak diakomodasi.
Jika pagu utang AS tidak dinaikkan,
maka Kementerian Keuangan AS akan kehabisan dana tunai setelah 17 Oktober. Apa
yang terjadi jika hal tersebut benar-benar terealisasi?
1. Pasar global akan melihat
Pemerintah AS sebagai pemerintahan yang berbahaya dan tidak kompeten
Menolak untuk menaikkan pagu utang
AS sangat berbeda secara fundamental dengan memangkas anggaran belanja negara.
Hal ini seakan-akan mendorong Kementerian Keuangan melakukan dua hal yang
kontradiktif, yakni harus menyediakan ratusan miliar dollar AS per bulan untuk
melakukan pembayaran dan mencegah Kementerian Keuangan untuk meminjam uang
meskipun hal itu sangat dibutuhkan. Peraturan mana yang harus dilakukan
Kementerian Keuangan? Hal ini dipercaya akan merusak kepercayaan pasar.
2. Memaksa pemangkasan anggaran akan
membunuh proses pemulihan ekonomi
Selama setahun, Kementerian
Keuangan AS meminjam sekitar 1 dollar AS dari setiap 5 dollar AS yang
digunakan. Dengan demikian, jika pagu utang tidak dinaikkan, maka anggaran yang
harus dipotong setara dengan seperlima dari utang saat ini. Bahkan, pemangkasan
anggaran dalam jangka pendek harus dilakukan lebih besar lagi karena arus dana
yang masuk dan keluar Kementerian Keuangan tidak likuid. Pengetatan anggaran
ini akan memukul proses pemulihan ekonomi yang sudah berjalan, apalagi angka
pengangguran AS semakin tinggi.
3. Pemerintah AS kemungkinan gagal
membayar utang-utangnya ("default")
Beberapa pihak di Kongres berpikir
bahwa pada saat plafon utang AS tidak dinaikkan, bukan berarti pemerintah tidak
dapat membayar obligasi senilai 12 triliun dollar AS. Padahal, jika pemerintah
tak dapat membayar utangnya, maka hal itu akan menyebabkan default yang
dapat memicu keguncangan finansial. Sebelumnya, DPR AS sudah mengesahkan
undang-undang untuk mengizinkan Kementerian Keuangan untuk memprioritaskan
pembayaran obligasi.
Pelaku pasar sangat menyadari risiko
ini. Hal ini terlihat dari tingkat yield obligasi negara dengan masa
jatuh tempo pada pertengahan Oktober yang sangat tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa biaya jaminan terhadap kemungkinan default utang
AS sudah naik dua kali lipat.
4. "Default" dapat memicu
guncangan ekonomi global
Obligasi AS merupakan fondasi dari
sistem finansial AS dan global. Tingkat yield AS menjadi benchmark
atau acuan dari tingkat suku bunga pada KPR dan obligasi korporasi.
Adanya kecemasan mengenai
kemungkinan kegagalan pembayaran utang AS akan mendorong investor untuk meminta
imbal hasil yang lebih tinggi. Hal itu akan menaikkan beban kredit untuk semua
pihak—atau membekukan pasar finansial secara bersama-sama.
5. Masalah fiskal Pemerintah AS akan
semakin memburuk
Memang benar bahwa keuangan AS
tengah mengalami masalah untuk jangka panjang. Namun, saat ini, Pemerintah AS
tengah berupaya keras menangani masalah keuangan dalam jangka pendek. Yang
menjadi kekhawatiran, kecemasan investor akan mendongkrak biaya pinjaman
pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar